BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah
Peradaban Islam di Jawa Tengah
A.
Islam di Jawa
Ahli-ahli sejarah tampaknya
sependapat bahwa penyebar Islam di Jawa adalah para Wali Songo. Mereka tidak
hanya berkuasa dalam lapangan keagamaan, tetapi juga dalam hal pemerintahan dan
politik. Bahkan, seringkali seorang raja seakan-akan baru sah sebagai raja
kalau ia sudah diakui dan diberikan oleh Wali Songo. Islam telah tersebar di
pulau jawa,paling tidak sejak Malik Ibrahim dan Maulana Ishak yang bergelar
Syaikh Awal Al-islam diutus sebagai juru dakwah oleh Raja Samudera, Sultan
Zainal Abidin Bahiyah Syah (1349-1406).[1]
Setelah dia wafat, nisan kubur makam
Malik Ibrahim berangka tahun 1419. Walaupun ia dipercaya sebagai penyebar Islam
tetapi tidak ada sumber yang pasti yang mengatakan demikian, sangat mungkin dia
adalah pedagang muslim yang berasal dari Gujarat, India yang meninggal dalam
perjalanan dagang. Makam yang sejaman yang lain adalah putri Tjempa. Istri dari
Prabu Brawijaya, raja Majapahit yang mendukung pemakaman istrinya secara islam.
Putri Tjempa adalah bibi dari Raden Rahmatdari Ampel Denta yang diangkat oleh
para pengikutnya yang diangkat oleh
rajasebagai imam bagi komunitas masa pemerintahan Majapahit. Raden rahmat
menyebarkan Ilam sepanjang Jawa dengan cara-cara damai dan cara ini sangat
berhasil dijalankan oleh para pengikutnya. Muri dnya yang bernama Raden Paku
mendirikan masjid dan mengislamkan penduduk Giri. Mulai saat itulah terjadi
fase perubahan yang besar di Jawa yang dikenal dengan Fase Persebaran Islam. Seringkali
mereka (para wali) menyamar untuk memutus lingkaran penganut lama. Mereka
sangat aktif dan berpindah-pindah dengan cara akulturasi budaya yang sangat
luwes. Seringkali mereka memegang peranan yang sangat penting baik sebagai
bagian dari pemerintahan maupun sebagai pemegang otoritas sendiri. Sistem ini
akhirnya memunculakan wacana yang disebut sebagai desa perdikan dan pesantren. [2]
B.
Penyebaran Islam di Jawa Tengah
Proses masuknya agama dan budaya
Islam di Nusantara masih diperdebatkan oleh para ahli.
Siapa dan bangsa mana yang membawa
agama ini sampai hari ini masih silang pendapat. Ada yang mengatakan bahwa
agama Islam dibawa oleh para pedagang Gujarat, dan ada pula yang mengatakan
Islam di Nusantara yang membawanya adalah bangsa Mesir, Iran, atau bangsa Arab
Hadramaut. Masing-masing pendapat ahli menjadi sebuah teori yang perlu
pembuktian lebih lanjut.
Namun
demikian, sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk
pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, sekitar
tahun 1524-1546 penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar
sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara
besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah
memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya
beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka,
Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah
campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab.[3]
Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14
dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh
kerajaan-kerajaan Hindu maupun Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya
dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa
kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan
Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang,
tidak dengan merebut kekuasaan politik[4]
.
Walau bagaimanapun, perlulah
difahami bahwa agama Islam sebenarnya telah masuk ke Jawa pada abad ke-8
Masehi. Menurut Hasanu Simon pengaruh penyebaran agama Islam di Tanah Jawa ini
telah menjadi semakin meluas setelah Sultan Muhammad I dari Turki mengutuskan
satu pasukan dakwah Islam ketika rakyat dan penguasa Majapahit menghadapi
kemelut politik, ekonomi dan keamanan akibat daripada perang saudara pada tahun
1401 hingga 1406.
Dengan melihat fakta tersebut di
atas, proses penyebaran agama Islam di Nusantara dan tanah Jawa mengalami fase
perkembangan yang sangat pesat. Agama Islam yang disebarkan pada penduduk lokal
pun dapat diterima dengan baik. Hal ini dikarenakan proses penyebaran agama ini
dilakukan dengan cara damai melalui medium perdagangan, pendidikan, dakwah,
kesenian, dan tasawuf. [5]
1.
Demak
Sebagai pusat penyebaran agama islam
di tanah Jawa, Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan kerajaan
berbasis Islam pertama di pulau Jawa. Perkembangan islam dipulau Jawa tidak
lain berawal dari sebuah kerajaan di daerah Demak ini atau disebut Kerajaan
Demak. Secara geografis, kerajaan Demak terletak di daerah Demak, didaerah Jawa
Tengah. Oleh masyarakat sekitar, Demak juga dikenal dengan sebutan Bintoro atau
Glagah wangi. Kerajaan Demak merupakan “bawahan” dari kerjaan Majapahit. Jika
dibandingkan dengan umur, kerajaan Demak jauh lebih muda dari kerajaan
Majapahit. Namun, berbicara sejarah, kerajaan Demak tidak pernah lepas dari
pengaruh kerajaan majapahit. Tentu saja, karena raja dari kerajaan Demak, Raden
Fatah adalah seorang bupati dari kerajaan Majapahit berpindah kepercayaan
menjadi Islam.
Kerajaan Demak merupakan kerajaan
Islam yang paling besar di pantai Utara Jawa. Berdasarkan sebuah sumber dari
tradisi Jawa, Demak awalnya adalah keadipatian ( kedipaten ) dari kerajaan dan
termasuk pelopor penyebaran agama islam di pulau jawa khususnya di Indonesia.[6]
Raden Patah dalam menjalankan
pemerintahan, terutama dalam persoalan-persoalan agama, dibantu oleh para ulama
yang mengangkatnya itu. Sebelumnya, Demak yang masih bernama Bintaro merupakan daerah
Majapahit (Brawijaya V) kepada raden Patah. Daerah ini lambat laun menjadi
pusat perkembangan agama Islam yang diselenggarakan agama islam yang
diselenggarakan oleh para Wali.[7]
a.
Masa Kejayaan
Demak
Masa kejayaan Demak terjadi pada
masa Raden Patah. Dimana pada masa kepemimpinannya, kerajaan Demak berkembang
dengan cepat karena pengaruh dari Wali Songo. Kerajaan Demak pun tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi kerajaan islam yang besar. Kejayaan
Raden Patah dalam memimpin kerajaan
Demak terjadi pada tahun 1511. Daerah kekuasaannya pun meluas hingga daerah
pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam memimpin kerajaan Demak. Raden Patah
tidak seorang diri. Ia dibantu oleh anaknya Pati Unus.
Pangeran Trenggono Adik dari Pati
Unus, Pangeran yang memimpin Kerajaan Demak pada tahun 1518-1521. Ia memerintah
dengan baik. Kerajaan Demak kembali mencapai masa kejayaannya. Daerah kekuasaan
Kerajaan Demak kini sudah menyentuh wilayah Jawa Barat. Itu semua berkat
kepemimpinan Pangeran Trenggono yang bijaksana,gagah, dan berani.[8]
Tahun 1524-1546, Islam mengalami
persoalan yang sangat cepat ke seluruh Jawa bahkan sampai Kalimantan. Hal ini
merupakan usaha Sultan Demak ketiga yaitu Trenggono yang bergelar Sultan Ahmad
Abdul Tuban sekitar tahun 1527. Penaklukan Demak selanjutnya ,meliputi Madiun,
Blora (1530), Surabaya(1531), Pasuruan(1535), Lamongan. Pengakuan kekuasaan
Demakoleh Banjarmasin dan Palembang semakin memperluas persebaran Islam itu
sendiri. Dibantu oleh Syekh Siti Jenar dan Sunan Tembayat, daerah pedalaman
sekitar gunung Merapi, Penggin, dan Pajang juga menyatakan tunduk pada Demak.
b.
Kelemahan Demak
Ternyata Sultan Demak Al-Fatah alias
Jin Bun kurang pandai menarik simpati orang-orang pedalaman, bekas rakyat
Majapahit. Jin bun terlalu menyandarkan kekuatannya kepada masyarakat Tionghoa
Islam/bukan Islam yang menetap di kota pelabuhan sepanjang pantai Jawa. Ia
berkeinginan keras untuk membela Negara maritim. Dengan sendirinya,
perhatiannya dicurahkan kepada para pembuatan kapal-kapal di galangan kapal di
kota-kota pelabuhan demi pembentukan armada yang kuat. Perdangan laut
diperbesar, terutama perdagangan rempah-rempah dari kepulauan Indonesia Timur.
Sudah sejak tahun 1509, dua tahun
sebelum kedatangan orang-orang portugis di Malaka, Adipati Yunus alias Yat Sun
telah bercita-cita untuk merebut kota pelabuhan Malaka. Serangan terhadap
Malaka didahului oleh orang-orang Portugis dari Goa. Serangan armada Demak pada
tahun 1512 dilancarkan kepada orang-orang portugis di Malaka, yang ternyata
mempunyai persenjataan lebih baik daripada armada Demak. Kedudukan orang
Portugis di Malaka dipandang dari sudut startegi perang sangat menguntungkan.
Akibatnya, serangan armada Demak gagal. Sepanjang umur kesultanan Demak,
berkobarlah permusuhan antara Demak dan Malaka untuk memperebutkan kekuasaan di
selat Malaka dan monopoli dagang rempah-rempah dari kepulauan Maluku. Segala
kekuatan Demak dikerahkan untuk menggempur orang-orang Portugis. Tidak ada
waktu lagi untuk memikirkan kehidupan rakyat di pedalaman. Konflik politik yang
terjadi kemudian menyurutkan kedaulatan Demak menyyusul terbunuhnya Sultan
Trenggono. Penggantinya yaitu Sunan Prawoto pun tidak berdaulat karena dibunuh
oleh Aria Penangsang seprang Adipati Jipang tahun 1549. Terbunuhnya Aria
Penangsang oleh Jaka Tingkir mengakhiri kerajaan Demak dan dilanjutkan Pajang
dan Mataram.
Yang melemahkan sekali kedudukan
kesultanan Demak ialah sengketa antara keturunan Jin Bun. Selama Jin Bun
berkuasa sampai tahun 1518, kemudian digantikan oleh adipati Yunus alias Yat
sun sampai tahun 1521, kekuatan Demak masih kompak. Armada Demak masih berani
bergerak ke Malaka untuk melawan orang-orang Portugis yang telah menetap di
Malaka. Namun, sepeninggal Yat Sun, timbullah sengketa antara keturunan Jin
bun, karena Yat Sun tidak meninggalkan putra. Perebutan kekuasaan antarkeluarga
mulai berkobar, sedang diantara para pembesar bekas wilayah kerajaan Majapahit
masih terdapat beberapa yang tidak mau tunduk kepada kekuasaan Demak.[9]
2.
Kudus
a.
Sejarah perkembangan Islam di Kudus
Dalam perkembangan agama Islam di
Indonesia, Kudus merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang bersejarah. Ini
Nampak dari peninggalan-peninggalan yang ada seperti Menara Mesjid Kudus,
Mesjid Madureksan, Mesjid Bubar, dan lain-lainnya yang bersifat kuno.
Perkembangan satu agama di mana pun, pasti akan terpengaruh oleh kebudayaan
yang ada pada waktu itu. Demikian juga ketika agama islam berkembang di daerah
Kudus dan sekitarnya, Islam terpengaruh oleh berbagai kebudayaan sebelumnya.
Bagi penduduk Kudus sifat animisme
dan dinamisme ini tampaknya tidak berubah, malah bertambah dengan timbulnya
suatu akulturasi (kultur baru dari bebrapa kultur). Misalnya pada upacara Buka
Luwur (penggantian kelambu makam) baik sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan
Khadiri(Mantingan), maupun Kyai The Ling Sing pada bulan Syuro Muharram. Orang
datang berbondong-bondong dengan berbagai maksud, ada yang ingin mendapatkan
sobek kain Luwur untuk dijadikan jimat, atau ada pula mengharap mendapatkan
sebungkus nasi. Nasi ini dikeringkan, lalu ditaburkan di pesawahan agar subur
tanah wereng dan sebagainya.
Ketika Islam masuk ke Jawa, banyak
unsur Hindu yang masuk ke dalam Islam. Dari segi arsitektur misalnya, tampak
pada bangunan mesjid Kudus dan bangunan-bangunanlain di kompleks mesjid Kudus.
Seperti atap tampang bertingkat tiga yang menutupi mesjid, bangunangapura yang
mengelilingi atau terdapat pada tembok penutup kompleks, yang semuanya mirip
dengan pola arsitektur Hindu seperti pada banggunan-bangunan suci di Bali. Kemudian
unsur tradisi tampak pada tembok keliling dengan pintu gerbang pada kompleks
mesjid, merupakan warisan tradisi seni bangunan pola Jawa-Hindu
Tempat wudlu di Mesjid Kudus yang
mempunyai delapan kran air, juga mengingatkan kita pada nilai filosofi
kepercayaan Agama Budha. Bahwa manusia, jika ingin sukses harus melalui delapan
jalur kebenaran yang disebut Astasanghikamarga, yaitu :
1.
Pengetahuan
2.
Keputusan
3.
Perkataan
4.
Perbuatan
5.
Cara
penghidupan
6.
Daya Usaha
7.
Meditasi
8.
Kontemplasi
Pada umumnya, di sekitar mesjid
terdapat makam. Makam-makam yang sering pula dikunjungi orang-orang, dengan
maksud berziarah.
Dalam sejarah perkembangan Islam di Kudus,
dikenal nama Kyai The Ling Sing seorang Cina yang berasal dari Hunan, Tiongkok
Selatan. Ia datang pada sekitar tahun 400 M. bersama teman-teman sekampung
yaitu Kyai Agung Wajah, Kyai Ageng kedangeyan dan Nyi Ageng Mlati. Tujuannya
menyebarkan Islam di Kudus. Karena itu tak heran jika terdapat ukiran burung
Hong dan Nagara pada ukiran-ukiran rumah Kudus.[10]
b.
Tokoh-tokoh
yang berperan dalam penyebaran agama Islam di Jawa tengah
1.
Sunan
Kudus
Ia merupakan salah seorang Wali
Songo yang menyebarkan agama Islam di daerah pesisir utara Jawa Tengah,
terutama di daerah Kudus. Anak Raden Usman Haji, beliau juga dikenal dengan
sebutan Ja’far shadiq. Seorang senopati kerajaan Islam Demak.
Dalam masa hidupnya Sunan Kudus
memegang peranan penting dalm membina kesultanan Demak. Bahkan dapat dikatakan
bahwa Sunan Kudus lh yang mengerahkan seluruh tenaga Islam untuk mengembangkan
Islam di pulau Jawa.[11]
Cara-cara berdakwah Sunan Kudus
adalah sebagai berikut:
a.
Strategi
pendekatan kepada massa dengan jalan :
§
Membiarkan
adat-istiadat lama yang sulit diubah
§
Menghindarkan
konfrontasi secara langsung dalam menyiarkan agama Islam
§
Tut Wuri
Handayani
§
Bagian
adat istiadat yang tidak sesuai dengan mudah diubah langsung diubah.
b.
Merangkul
masyarakat Hindu seperti larangan menyembelih sapi karena dalam agama Hindu
sapi adalah binatang suci dan keramat.
c.
Merangkul
masyarakat Budha
Setelah masjid, Sunan Kudus mendirikan
padasan tempat berwudlu denagn pancuran yang diberi arca kepada Kebo Gumarang
di atasnya hal ini disesuaikan dengan ajaran Budha “Jalan berlipat delapan”
d.
Selamatan
Mitoni
Biasanya sebelum acara selamatan
diadakan membacakan sejarah Nabi.[12]
2.
Sunan
Muria
Beliau adalah putra dari Sunan Kali
jaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya Raden Umar Said, dalam berdakwah ia
seperti ayahnya yaitu menggunakan cara halus, ibarat mengambil ikan keruh
airnya. Itulah cara yang digunakannya di sekitar gunung Muria dalam menyebarkan
agama islam. Sasaran dakwah beliau adalah para pedagang, nelayan dan rakyat
jelata. Beliau adalah satu-satunya yang mempertahankan kesenian gamelan dan
wayang sebagi alat dakwah dan beliau pulalah yang menciptakan tembang Sinom.
Beliau banyak mengisi tradisi Jawa dnagn nuansa Islami seperti nelung dino,
mitung dino, nyatus dino dan sebagainya.[13]
C.
Kehidupan
Islam di Jawa Tengah pada abad ke-15 dan 16 Legenda dan sejarah
Kesusteraan Jawa abad ke-17 dan 18
mengenal banyak cerita tradisional mengenai para wali yaitu orang-orang saleh
yang diduga telah menyebarkan agama Islam di Jawa. Dikisahkan kehidupan,
mukjizat, dan keyakinan mereka di bidang mistik dan teologi. Wali ini disebut
“Wali Sembilan”. Wali di Jawa berpusat di mesjid keramat di Demak yang
didirikan bersama. Di situlah mereka adakan pertemuan untuk bertukar pikiran
tentang mistik. Mereka memegang peranan penting dalam sejarah politik Jawa pada
ke-16 dan 17. Mereka telah menjadi pemuka-pemuka agama. Contoh orang dari
Kadilangu di Demak, Sunan Kalijaga dan keturunannya memang tidak menjadi raja,
namun pengaruh mereka dibidang kerohanian di Jawa Tengah bagian selatan
ternyata besar. Dalam perkembangan Wali Sembilan ini dibagi dua aliran:
·
Aliran
Tuban dipimpin oleh Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus dan
Sunan Gunung Jati. Para ulama ini ahli dalam bidang kenegaraan. Pengembangan
gerakan Islam hendak dilebur dijadikan gerakan rakyat yang berjuang bersama
Empu Supa yang mencita-citakan Negara nasional Nusantara. Penerapan agama Islam
diselaraskan adat, tata cara serta kepercayaan penduduk asli. Karena tidak
begitu keras dalam menerapkan peribadatan kelompok ini sering disebut kelompok abangan.
·
Aliran Giri
dipimpin oleh Sunan Giri, Sunan Ampel dan Sunan Derajat. Ketiga ulama ini
golongan ortodok. Kelompok keras dalam penerapan peribadatan, maka disebut
kelompok mutihan.
Inilah yang menjadi asal mula
timbulnya Islam abangan dan mutihan. Untungnya perpecahan ini tidak menjadi
perpecahan karena kemudian memperoleh persatuan yaitu Sunan Giri diangkat
menjadi pimpinan para ulama (mufti)diserahi memgang pimpinan Islam se-Jawa dan
diberi julukan Prabu Satmata dan soal kebijakan kenegaraan diserahkan oleh
Sunan Kalijaga dan kawan. Maka kemudian dibangunlah masjid Demak yangbertujuan
untuk membentuk lembaga Islam yang tangguh atau yang diberkahi (keramat).[14]
·
Sistem Politik dan Sistem
Pemerintahan
Dalam
percaturan politik, Islam mulai memosisikan diri ketika melemahnya kekuasaan
Majapahit yang memberi peluang kepada
penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat kekuasaan yang independen.
Dibawah pimpinan Sunan Ampel, Wali Songo bersepakat untuk mengangkat Raden
Raden Patah sebagi Raja pertama kerajaan Islam Demak, kerajaan Islam pertama di
Jawa. Disamping kekuatan politik Islam yang memberi konstribubusi besar
terhadap perkembangannya, Islam juga hidup di masyarakat dapat memberi dorongan
kepada penguasa non-muslim untuk memeluknya. J.C. Van Leur menyebutkan bahawa
motivasi bupati pantai utara Jawa memeluk Islam bertujuan untuk mempertahankan
kedudukannya. Dengan kata lain bupati telah menjadikan agama Islam sebagai
instrument politik untuk memperkuat kedudukannya.[15]
Dalam
menjalankan pemerintahannya, Raden Patah dibantu oleh para ulama dan Wali
Songo, terutama dalam masalah-masalah keagamaan,kerajaan ini berlangsung
kira-kira abad ke-15 dan abad ke-16.[16]
Di samping itu berdiri pula kerajaan Mataram, Cirebon, dan Banten. Dalam
mendirikan Negara Islam tersebut, peranan para wali Songo sangat besar. Misalnya
Sunan Gunung Jati mendirikan kerajaan Islam Cirebon dan Banten, Sunan Giri di
Kerajaan Mataram yang pengaruhnya sampai ke Makassar, Ambon dan Ternate. Tidak
lama setelah naik tahta, pengganti Raden Patah yaitu Pati Unus menyerang Malaka
yang ketika itu telah dikuasai oleh Portugis walau akhirnya gagal pada tahun
1512-1513.[17]
·
Kehidupan Ekonomi
Seperti yang telah dijelaskan pada
uraian materi sebelumnya, bahwa letak Demak sangat strategis di jalur
perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim.
Dalam kegiatan perdagangan, Demak
berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil rempah di Indonesia bagian
Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat. Dengan demikian
perdagangan Demak semakin berkembang. Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan
Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau Jawa.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki
wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga
beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan
demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan
Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi.
·
Sosial Budaya
Kehidupan sosial dan budaya
masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan budaya Islam karena pada
dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam di pulau Jawa.
Sebagai pusat penyebaran Islam Demak
menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga,Sunan Muria, Sunan
Kudus dan Sunan Bonar.
Para wali tersebut memiliki peranan
yang penting pada masa perkembangan kerajaan Demak bahkan para wali tersebut menjadi
penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan yang erat antara
raja/bangsawan ? para wali/ulama dengan rakyat. Hubungan yang erat tersebut,
tercipta melalui pembinaan masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun
Pondok Pesantren. Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah
(persaudaraan di antara orang-orang Islam).
Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari kerajaan Demak. Salah satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw) yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.[18]
Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari kerajaan Demak. Salah satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw) yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.[18]
D.
Gerakan DI di
Jawa Tengah
Di Jawa Tengah pemberontakan Darul
Islam berasal dari tiga kelompok yang berbeda-beda. Di pantai Utara sebelah
Timur perbatasan Jawa Barat, terutama Brebes dan Tegal merupakann inti Darul
Islam untuk Jawa Tengah, yaitu wilayah yang dipimpin Amir Fatah, sebagai
wilayah yang termasuk pengawasan Jawa Barat. Yang lain berakar di Kebumen yang
menentang Indonesia. Yang lainnya lagi terjadi pembelotan pada Batalion 432 dan
Divisi 426, Divisi Diponegoro baik para perwiranya dan bawahannya. Mereka
melakukan pembelotan dan menyokong gerakan gerakan DI karrena dasarnya simpatik
seagama.
Penyebab meletusnya kekerasan yang
tiba-tiba sebagi revolusi sosial terjadi pada bulan-bulan pertama sesudah
proklamasi kemerdekaan adalah pembalasan atas perbuatan pemerintahan sipil
pribumi dalam penghisapan yang kejam atas kaum tani selama pendudukan Jepang.
Umumnya yang melakukan pembalasan ini para pemuda bersenjata dengan berbagai
kekerasan dan pembunuhan.
Pemimpin yang terkenal dalam
kekerasan pada gerakan ini namanya Sachjani alias Kutil. Ia yang melancarkan
serangan ke kota Tegal, kemudian menguasai stasiun kereta api dan asrama-asrama
Angkatan Laut Republik. Rasa balas dendamnya itu ditunjukkan dengan
memperlakukan istri Bupati Tegal diarak dengan menggunakan karung goni dan
memperlakukan jelek terhadap aparat penting pada waktu penguasaan Jepang.
Pemberontakan ini memiliki slogan
dan karakter yang sama dengan Darul Islam di Jawa Barat. Dengan berbagai upaya
untuk mencegah meluasnya gerakan ini, pemerintah Republik membenahi Keresidenan
dan resimen-resimen menjadi divisi-divisi, serta pejabat-pejabatnya untuk mengadakan
pemulihan keamanan. Setelah daerah dapat dikuasai kembali pada bulan Desember
1949 dengan menangkap beberapa pimpinan dan Kutil sendiri dijatuhi hukuman mati
pada 1951.[19]
BAB III
KESIMPULAN
1. Abad ke-9 H / 14 M, sekitar tahun 1524-1546 penduduk pribumi
memeluk Islam secara massal.Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya
penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu
kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai
dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh
Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa
kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam
dan para pendatang Arab.
2. Perkembangan islam dipulau Jawa tidak lain berawal dari
sebuah kerajaan di daerah Demak ini atau disebut Kerajaan Demak. Secara
geografis, kerajaan Demak terletak di daerah Demak, didaerah Jawa Tengah. Oleh
masyarakat sekitar, Demak juga dikenal dengan sebutan Bintoro atau Glagah
wangi. Kerajaan Demak merupakan “bawahan” dari kerjaan Majapahit. Jika
dibandingkan dengan umur, kerajaan Demak jauh lebih muda dari kerajaan
Majapahit. Masa kejayaan Demak terjadi pada masa Raden Patah. Dimana pada masa
kepemimpinannya, kerajaan Demak berkembang dengan cepat karena pengaruh dari
Wali Songo. Kerajaan Demak kembali mencapai masa kejayaannya pada masa
kepemimpinan Pangeran Trenggono.
3. Kelemahan kesultanan Demak ialah sengketa antara keturunan
Raden Patah (Jin Bun). Sultan Demak Al-Fatah alias Jin Bun kurang pandai
menarik simpati orang-orang pedalaman, bekas rakyat Majapahit.
4.
Kudus
merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang bersejarah. Bagi penduduk Kudus
sifat animisme dan dinamisme ini tampaknya tidak berubah, malah bertambah
dengan timbulnya suatu akulturasi (kultur baru dari beberapa kultur). Dan
disini kebudayaan pra Islam cukup berpengaruh terhadap seni bangunan atau
arsitektur Islam. Hal inni juga tidak menghalangi perkembangan agama Islam di
Kudus.
5.
Tokoh-tokoh
yang berperan dalam penyebaran agama Islam
·
Sunan
Kudus
·
Sunan
Muria
6.
Kehidupan
Islam di Jawa Tengah
Dalam perkembangan para wali ada dua
aliran
§
Kelompok
abangan : dalam kelompok ini tidak begitu keras dalam menerapkan peribadatan.
§
Kelompok
mutihan : kelompok yang keras dalam
penerapan peribadatan.
DAFTAR PUSTAKA
Khalil,
Ahmad.2008. Islam Jawa. Malang : UIN Malang Press
Muljana,
Slamet.2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam
Nusantara.PT.LKIS Printing Cemerlang
Supriyadi,
Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam.Bandung:
Pustaka Setia
Syafwandi.1985.
Menara Mesjid Kudus. Jakarta : PT. Bulan Bintang
Syukur, Fatah.
2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT. Pustaka Rizki Putra
Thahir,
Ajid.2009. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam.Jakarta :
Rajawali Pers
[1] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam ( Bandung, Pustaka setia,2008), hlm.
196.
[2] Siti Maryam, Sejarah
Peradaban Islam ( Yogyakarta, LESFI,
2008 ),hlm. 328.
[3]http://forumgurusejarahkendal.blogspot.com/2010/11/penyebaran-agama-islam-di-jawa-tengah.html,
pada tanggal 19 maret 2012 pukul 14.00
[6] Anne Ahira,
diakses dari file:///C:/Users/Win7/Downloads/kerajaan-demak.htm, pada tanggal 18 Maret 2012 pukul 13.30
[7] Ahmad Kholil,
op.cit. hlm.61
[8] Anne Ahira,
op.cit.
[9] Slamet Muljana,Runtuhnya
Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara,(Jakarta,LKIS
Printing Cemerlang),2005.hlm.239-242
[10] Sufwandi.Menara
Mesjid Kudus(Jakarta,PT. bulan bintang),1985.hlm.30-32
[11] Sufwandi,op.cit.hlm.
33
[12] Raden fatah.
Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta, PT. Pustaka Rizki Putra),2009.hlm.198-199
[13] Ibid
[14] Raden
fatah,op.cit.hlm. 193-194
[15] Dedi Supriyadi.
Op.cit. hlm.196.
[16]Ahmad Kholil. Islam
Jawa.(Malang,UIN Malang Press),2008. Hlm.61-62
[17] Siti Maryam,
op.cit. hlm.329.
[18] http://sejarah-interaktif.blogspot.com/2011/12/kerajaan-demak.html, pada 26 maret 2012,pukul 12.00
[19] Ajid thahir,Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam,(Jakarta,Rajawali Pers),2009.hlm.308-309