Selasa, 29 Mei 2012

Sejarah peradaban Islam di jawa tengah


BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Peradaban Islam di Jawa Tengah

A.     Islam di Jawa
Ahli-ahli sejarah tampaknya sependapat bahwa penyebar Islam di Jawa adalah para Wali Songo. Mereka tidak hanya berkuasa dalam lapangan keagamaan, tetapi juga dalam hal pemerintahan dan politik. Bahkan, seringkali seorang raja seakan-akan baru sah sebagai raja kalau ia sudah diakui dan diberikan oleh Wali Songo. Islam telah tersebar di pulau jawa,paling tidak sejak Malik Ibrahim dan Maulana Ishak yang bergelar Syaikh Awal Al-islam diutus sebagai juru dakwah oleh Raja Samudera, Sultan Zainal Abidin Bahiyah Syah (1349-1406).[1]
Setelah dia wafat, nisan kubur makam Malik Ibrahim berangka tahun 1419. Walaupun ia dipercaya sebagai penyebar Islam tetapi tidak ada sumber yang pasti yang mengatakan demikian, sangat mungkin dia adalah pedagang muslim yang berasal dari Gujarat, India yang meninggal dalam perjalanan dagang. Makam yang sejaman yang lain adalah putri Tjempa. Istri dari Prabu Brawijaya, raja Majapahit yang mendukung pemakaman istrinya secara islam. Putri Tjempa adalah bibi dari Raden Rahmatdari Ampel Denta yang diangkat oleh para pengikutnya  yang diangkat oleh rajasebagai imam bagi komunitas masa pemerintahan Majapahit. Raden rahmat menyebarkan Ilam sepanjang Jawa dengan cara-cara damai dan cara ini sangat berhasil dijalankan oleh para pengikutnya. Muri dnya yang bernama Raden Paku mendirikan masjid dan mengislamkan penduduk Giri. Mulai saat itulah terjadi fase perubahan yang besar di Jawa yang dikenal dengan Fase Persebaran Islam. Seringkali mereka (para wali) menyamar untuk memutus lingkaran penganut lama. Mereka sangat aktif dan berpindah-pindah dengan cara akulturasi budaya yang sangat luwes. Seringkali mereka memegang peranan yang sangat penting baik sebagai bagian dari pemerintahan maupun sebagai pemegang otoritas sendiri. Sistem ini akhirnya memunculakan wacana yang disebut sebagai desa perdikan dan pesantren. [2]





                                       
B.     Penyebaran Islam di Jawa Tengah
Proses masuknya agama dan budaya Islam di Nusantara masih diperdebatkan oleh para ahli.
Siapa dan bangsa mana yang membawa agama ini sampai hari ini masih silang pendapat. Ada yang mengatakan bahwa agama Islam dibawa oleh para pedagang Gujarat, dan ada pula yang mengatakan Islam di Nusantara yang membawanya adalah bangsa Mesir, Iran, atau bangsa Arab Hadramaut. Masing-masing pendapat ahli menjadi sebuah teori yang perlu pembuktian lebih lanjut.
Namun demikian, sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, sekitar tahun 1524-1546 penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab.[3]
Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu maupun Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik[4] .
Walau bagaimanapun, perlulah difahami bahwa agama Islam sebenarnya telah masuk ke Jawa pada abad ke-8 Masehi. Menurut Hasanu Simon pengaruh penyebaran agama Islam di Tanah Jawa ini telah menjadi semakin meluas setelah Sultan Muhammad I dari Turki mengutuskan satu pasukan dakwah Islam ketika rakyat dan penguasa Majapahit menghadapi kemelut politik, ekonomi dan keamanan akibat daripada perang saudara pada tahun 1401 hingga 1406.
Dengan melihat fakta tersebut di atas, proses penyebaran agama Islam di Nusantara dan tanah Jawa mengalami fase perkembangan yang sangat pesat. Agama Islam yang disebarkan pada penduduk lokal pun dapat diterima dengan baik. Hal ini dikarenakan proses penyebaran agama ini dilakukan dengan cara damai melalui medium perdagangan, pendidikan, dakwah, kesenian, dan tasawuf. [5]

1.       Demak
Sebagai pusat penyebaran agama islam di tanah Jawa, Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan kerajaan berbasis Islam pertama di pulau Jawa. Perkembangan islam dipulau Jawa tidak lain berawal dari sebuah kerajaan di daerah Demak ini atau disebut Kerajaan Demak. Secara geografis, kerajaan Demak terletak di daerah Demak, didaerah Jawa Tengah. Oleh masyarakat sekitar, Demak juga dikenal dengan sebutan Bintoro atau Glagah wangi. Kerajaan Demak merupakan “bawahan” dari kerjaan Majapahit. Jika dibandingkan dengan umur, kerajaan Demak jauh lebih muda dari kerajaan Majapahit. Namun, berbicara sejarah, kerajaan Demak tidak pernah lepas dari pengaruh kerajaan majapahit. Tentu saja, karena raja dari kerajaan Demak, Raden Fatah adalah seorang bupati dari kerajaan Majapahit berpindah kepercayaan menjadi Islam.
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam yang paling besar di pantai Utara Jawa. Berdasarkan sebuah sumber dari tradisi Jawa, Demak awalnya adalah keadipatian ( kedipaten ) dari kerajaan dan termasuk pelopor penyebaran agama islam di pulau jawa khususnya di Indonesia.[6]
Raden Patah dalam menjalankan pemerintahan, terutama dalam persoalan-persoalan agama, dibantu oleh para ulama yang mengangkatnya itu. Sebelumnya, Demak yang masih bernama Bintaro merupakan daerah Majapahit (Brawijaya V) kepada raden Patah. Daerah ini lambat laun menjadi pusat perkembangan agama Islam yang diselenggarakan agama islam yang diselenggarakan oleh para Wali.[7]

a.       Masa Kejayaan Demak
Masa kejayaan Demak terjadi pada masa Raden Patah. Dimana pada masa kepemimpinannya, kerajaan Demak berkembang dengan cepat karena pengaruh dari Wali Songo. Kerajaan Demak pun tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi kerajaan islam yang besar. Kejayaan Raden Patah    dalam memimpin kerajaan Demak terjadi pada tahun 1511. Daerah kekuasaannya pun meluas hingga daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam memimpin kerajaan Demak. Raden Patah tidak seorang diri. Ia dibantu oleh anaknya Pati Unus.
Pangeran Trenggono Adik dari Pati Unus, Pangeran yang memimpin Kerajaan Demak pada tahun 1518-1521. Ia memerintah dengan baik. Kerajaan Demak kembali mencapai masa kejayaannya. Daerah kekuasaan Kerajaan Demak kini sudah menyentuh wilayah Jawa Barat. Itu semua berkat kepemimpinan Pangeran Trenggono yang bijaksana,gagah, dan berani.[8]
Tahun 1524-1546, Islam mengalami persoalan yang sangat cepat ke seluruh Jawa bahkan sampai Kalimantan. Hal ini merupakan usaha Sultan Demak ketiga yaitu Trenggono yang bergelar Sultan Ahmad Abdul Tuban sekitar tahun 1527. Penaklukan Demak selanjutnya ,meliputi Madiun, Blora (1530), Surabaya(1531), Pasuruan(1535), Lamongan. Pengakuan kekuasaan Demakoleh Banjarmasin dan Palembang semakin memperluas persebaran Islam itu sendiri. Dibantu oleh Syekh Siti Jenar dan Sunan Tembayat, daerah pedalaman sekitar gunung Merapi, Penggin, dan Pajang juga menyatakan tunduk pada Demak.

b.       Kelemahan Demak
Ternyata Sultan Demak Al-Fatah alias Jin Bun kurang pandai menarik simpati orang-orang pedalaman, bekas rakyat Majapahit. Jin bun terlalu menyandarkan kekuatannya kepada masyarakat Tionghoa Islam/bukan Islam yang menetap di kota pelabuhan sepanjang pantai Jawa. Ia berkeinginan keras untuk membela Negara maritim. Dengan sendirinya, perhatiannya dicurahkan kepada para pembuatan kapal-kapal di galangan kapal di kota-kota pelabuhan demi pembentukan armada yang kuat. Perdangan laut diperbesar, terutama perdagangan rempah-rempah dari kepulauan Indonesia Timur.
Sudah sejak tahun 1509, dua tahun sebelum kedatangan orang-orang portugis di Malaka, Adipati Yunus alias Yat Sun telah bercita-cita untuk merebut kota pelabuhan Malaka. Serangan terhadap Malaka didahului oleh orang-orang Portugis dari Goa. Serangan armada Demak pada tahun 1512 dilancarkan kepada orang-orang portugis di Malaka, yang ternyata mempunyai persenjataan lebih baik daripada armada Demak. Kedudukan orang Portugis di Malaka dipandang dari sudut startegi perang sangat menguntungkan. Akibatnya, serangan armada Demak gagal. Sepanjang umur kesultanan Demak, berkobarlah permusuhan antara Demak dan Malaka untuk memperebutkan kekuasaan di selat Malaka dan monopoli dagang rempah-rempah dari kepulauan Maluku. Segala kekuatan Demak dikerahkan untuk menggempur orang-orang Portugis. Tidak ada waktu lagi untuk memikirkan kehidupan rakyat di pedalaman. Konflik politik yang terjadi kemudian menyurutkan kedaulatan Demak menyyusul terbunuhnya Sultan Trenggono. Penggantinya yaitu Sunan Prawoto pun tidak berdaulat karena dibunuh oleh Aria Penangsang seprang Adipati Jipang tahun 1549. Terbunuhnya Aria Penangsang oleh Jaka Tingkir mengakhiri kerajaan Demak dan dilanjutkan Pajang dan Mataram.   
Yang melemahkan sekali kedudukan kesultanan Demak ialah sengketa antara keturunan Jin Bun. Selama Jin Bun berkuasa sampai tahun 1518, kemudian digantikan oleh adipati Yunus alias Yat sun sampai tahun 1521, kekuatan Demak masih kompak. Armada Demak masih berani bergerak ke Malaka untuk melawan orang-orang Portugis yang telah menetap di Malaka. Namun, sepeninggal Yat Sun, timbullah sengketa antara keturunan Jin bun, karena Yat Sun tidak meninggalkan putra. Perebutan kekuasaan antarkeluarga mulai berkobar, sedang diantara para pembesar bekas wilayah kerajaan Majapahit masih terdapat beberapa yang tidak mau tunduk kepada kekuasaan Demak.[9]

2.       Kudus
a.        Sejarah perkembangan Islam di Kudus
Dalam perkembangan agama Islam di Indonesia, Kudus merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang bersejarah. Ini Nampak dari peninggalan-peninggalan yang ada seperti Menara Mesjid Kudus, Mesjid Madureksan, Mesjid Bubar, dan lain-lainnya yang bersifat kuno. Perkembangan satu agama di mana pun, pasti akan terpengaruh oleh kebudayaan yang ada pada waktu itu. Demikian juga ketika agama islam berkembang di daerah Kudus dan sekitarnya, Islam terpengaruh oleh berbagai kebudayaan sebelumnya.
Bagi penduduk Kudus sifat animisme dan dinamisme ini tampaknya tidak berubah, malah bertambah dengan timbulnya suatu akulturasi (kultur baru dari bebrapa kultur). Misalnya pada upacara Buka Luwur (penggantian kelambu makam) baik sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Khadiri(Mantingan), maupun Kyai The Ling Sing pada bulan Syuro Muharram. Orang datang berbondong-bondong dengan berbagai maksud, ada yang ingin mendapatkan sobek kain Luwur untuk dijadikan jimat, atau ada pula mengharap mendapatkan sebungkus nasi. Nasi ini dikeringkan, lalu ditaburkan di pesawahan agar subur tanah wereng dan sebagainya.
Ketika Islam masuk ke Jawa, banyak unsur Hindu yang masuk ke dalam Islam. Dari segi arsitektur misalnya, tampak pada bangunan mesjid Kudus dan bangunan-bangunanlain di kompleks mesjid Kudus. Seperti atap tampang bertingkat tiga yang menutupi mesjid, bangunangapura yang mengelilingi atau terdapat pada tembok penutup kompleks, yang semuanya mirip dengan pola arsitektur Hindu seperti pada banggunan-bangunan suci di Bali. Kemudian unsur tradisi tampak pada tembok keliling dengan pintu gerbang pada kompleks mesjid, merupakan warisan tradisi seni bangunan pola Jawa-Hindu
Tempat wudlu di Mesjid Kudus yang mempunyai delapan kran air, juga mengingatkan kita pada nilai filosofi kepercayaan Agama Budha. Bahwa manusia, jika ingin sukses harus melalui delapan jalur kebenaran yang disebut Astasanghikamarga, yaitu :
1.      Pengetahuan
2.      Keputusan
3.      Perkataan
4.      Perbuatan
5.      Cara penghidupan
6.      Daya Usaha
7.      Meditasi
8.      Kontemplasi
Pada umumnya, di sekitar mesjid terdapat makam. Makam-makam yang sering pula dikunjungi orang-orang, dengan maksud berziarah.
Dalam sejarah perkembangan Islam di Kudus, dikenal nama Kyai The Ling Sing seorang Cina yang berasal dari Hunan, Tiongkok Selatan. Ia datang pada sekitar tahun 400 M. bersama teman-teman sekampung yaitu Kyai Agung Wajah, Kyai Ageng kedangeyan dan Nyi Ageng Mlati. Tujuannya menyebarkan Islam di Kudus. Karena itu tak heran jika terdapat ukiran burung Hong dan Nagara pada ukiran-ukiran rumah Kudus.[10]

b.      Tokoh-tokoh yang berperan dalam penyebaran agama Islam di Jawa tengah
1.      Sunan Kudus
Ia merupakan salah seorang Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di daerah pesisir utara Jawa Tengah, terutama di daerah Kudus. Anak Raden Usman Haji, beliau juga dikenal dengan sebutan Ja’far shadiq. Seorang senopati kerajaan Islam Demak.
Dalam masa hidupnya Sunan Kudus memegang peranan penting dalm membina kesultanan Demak. Bahkan dapat dikatakan bahwa Sunan Kudus lh yang mengerahkan seluruh tenaga Islam untuk mengembangkan Islam di pulau Jawa.[11]
Cara-cara berdakwah Sunan Kudus adalah sebagai berikut:
a.       Strategi pendekatan kepada massa dengan jalan :
§  Membiarkan adat-istiadat lama yang sulit diubah
§  Menghindarkan konfrontasi secara langsung dalam menyiarkan agama Islam
§  Tut Wuri Handayani
§  Bagian adat istiadat yang tidak sesuai dengan mudah diubah langsung diubah.
b.      Merangkul masyarakat Hindu seperti larangan menyembelih sapi karena dalam agama Hindu sapi adalah binatang suci dan keramat.
c.       Merangkul masyarakat Budha
Setelah masjid, Sunan Kudus mendirikan padasan tempat berwudlu denagn pancuran yang diberi arca kepada Kebo Gumarang di atasnya hal ini disesuaikan dengan ajaran Budha “Jalan berlipat delapan”
d.      Selamatan Mitoni
Biasanya sebelum acara selamatan diadakan membacakan sejarah Nabi.[12]

2.      Sunan Muria
Beliau adalah putra dari Sunan Kali jaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya Raden Umar Said, dalam berdakwah ia seperti ayahnya yaitu menggunakan cara halus, ibarat mengambil ikan keruh airnya. Itulah cara yang digunakannya di sekitar gunung Muria dalam menyebarkan agama islam. Sasaran dakwah beliau adalah para pedagang, nelayan dan rakyat jelata. Beliau adalah satu-satunya yang mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagi alat dakwah dan beliau pulalah yang menciptakan tembang Sinom. Beliau banyak mengisi tradisi Jawa dnagn nuansa Islami seperti nelung dino, mitung dino, nyatus dino dan sebagainya.[13]

C.     Kehidupan Islam di Jawa Tengah pada abad ke-15 dan 16 Legenda dan sejarah
Kesusteraan Jawa abad ke-17 dan 18 mengenal banyak cerita tradisional mengenai para wali yaitu orang-orang saleh yang diduga telah menyebarkan agama Islam di Jawa. Dikisahkan kehidupan, mukjizat, dan keyakinan mereka di bidang mistik dan teologi. Wali ini disebut “Wali Sembilan”. Wali di Jawa berpusat di mesjid keramat di Demak yang didirikan bersama. Di situlah mereka adakan pertemuan untuk bertukar pikiran tentang mistik. Mereka memegang peranan penting dalam sejarah politik Jawa pada ke-16 dan 17. Mereka telah menjadi pemuka-pemuka agama. Contoh orang dari Kadilangu di Demak, Sunan Kalijaga dan keturunannya memang tidak menjadi raja, namun pengaruh mereka dibidang kerohanian di Jawa Tengah bagian selatan ternyata besar. Dalam perkembangan Wali Sembilan ini dibagi dua aliran:
·         Aliran Tuban dipimpin oleh Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati. Para ulama ini ahli dalam bidang kenegaraan. Pengembangan gerakan Islam hendak dilebur dijadikan gerakan rakyat yang berjuang bersama Empu Supa yang mencita-citakan Negara nasional Nusantara. Penerapan agama Islam diselaraskan adat, tata cara serta kepercayaan penduduk asli. Karena tidak begitu keras dalam menerapkan peribadatan kelompok ini sering disebut kelompok abangan.
·         Aliran Giri dipimpin oleh Sunan Giri, Sunan Ampel dan Sunan Derajat. Ketiga ulama ini golongan ortodok. Kelompok keras dalam penerapan peribadatan, maka disebut kelompok mutihan.
Inilah yang menjadi asal mula timbulnya Islam abangan dan mutihan. Untungnya perpecahan ini tidak menjadi perpecahan karena kemudian memperoleh persatuan yaitu Sunan Giri diangkat menjadi pimpinan para ulama (mufti)diserahi memgang pimpinan Islam se-Jawa dan diberi julukan Prabu Satmata dan soal kebijakan kenegaraan diserahkan oleh Sunan Kalijaga dan kawan. Maka kemudian dibangunlah masjid Demak yangbertujuan untuk membentuk lembaga Islam yang tangguh atau yang diberkahi (keramat).[14]
·         Sistem Politik dan Sistem Pemerintahan
Dalam percaturan politik, Islam mulai memosisikan diri ketika melemahnya kekuasaan Majapahit yang memberi  peluang kepada penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat kekuasaan yang independen. Dibawah pimpinan Sunan Ampel, Wali Songo bersepakat untuk mengangkat Raden Raden Patah sebagi Raja pertama kerajaan Islam Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa. Disamping kekuatan politik Islam yang memberi konstribubusi besar terhadap perkembangannya, Islam juga hidup di masyarakat dapat memberi dorongan kepada penguasa non-muslim untuk memeluknya. J.C. Van Leur menyebutkan bahawa motivasi bupati pantai utara Jawa memeluk Islam bertujuan untuk mempertahankan kedudukannya. Dengan kata lain bupati telah menjadikan agama Islam sebagai instrument politik untuk memperkuat kedudukannya.[15]
Dalam menjalankan pemerintahannya, Raden Patah dibantu oleh para ulama dan Wali Songo, terutama dalam masalah-masalah keagamaan,kerajaan ini berlangsung kira-kira abad ke-15 dan abad ke-16.[16] Di samping itu berdiri pula kerajaan Mataram, Cirebon, dan Banten. Dalam mendirikan Negara Islam tersebut, peranan para wali Songo sangat besar. Misalnya Sunan Gunung Jati mendirikan kerajaan Islam Cirebon dan Banten, Sunan Giri di Kerajaan Mataram yang pengaruhnya sampai ke Makassar, Ambon dan Ternate. Tidak lama setelah naik tahta, pengganti Raden Patah yaitu Pati Unus menyerang Malaka yang ketika itu telah dikuasai oleh Portugis walau akhirnya gagal pada tahun 1512-1513.[17]

·         Kehidupan Ekonomi

Seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi sebelumnya, bahwa letak Demak sangat strategis di jalur perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim.
Dalam kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil rempah di Indonesia bagian Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat. Dengan demikian perdagangan Demak semakin berkembang. Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau Jawa.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi.

·         Sosial Budaya

Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam di pulau Jawa.
Sebagai pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga,Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar.
Para wali tersebut memiliki peranan yang penting pada masa perkembangan kerajaan Demak bahkan para wali tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan yang erat antara raja/bangsawan ? para wali/ulama dengan rakyat. Hubungan yang erat tersebut, tercipta melalui pembinaan masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren. Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di antara orang-orang Islam).
Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari kerajaan Demak. Salah satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw) yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.[18]



D.     Gerakan DI di Jawa Tengah
Di Jawa Tengah pemberontakan Darul Islam berasal dari tiga kelompok yang berbeda-beda. Di pantai Utara sebelah Timur perbatasan Jawa Barat, terutama Brebes dan Tegal merupakann inti Darul Islam untuk Jawa Tengah, yaitu wilayah yang dipimpin Amir Fatah, sebagai wilayah yang termasuk pengawasan Jawa Barat. Yang lain berakar di Kebumen yang menentang Indonesia. Yang lainnya lagi terjadi pembelotan pada Batalion 432 dan Divisi 426, Divisi Diponegoro baik para perwiranya dan bawahannya. Mereka melakukan pembelotan dan menyokong gerakan gerakan DI karrena dasarnya simpatik seagama.
Penyebab meletusnya kekerasan yang tiba-tiba sebagi revolusi sosial terjadi pada bulan-bulan pertama sesudah proklamasi kemerdekaan adalah pembalasan atas perbuatan pemerintahan sipil pribumi dalam penghisapan yang kejam atas kaum tani selama pendudukan Jepang. Umumnya yang melakukan pembalasan ini para pemuda bersenjata dengan berbagai kekerasan dan pembunuhan.
Pemimpin yang terkenal dalam kekerasan pada gerakan ini namanya Sachjani alias Kutil. Ia yang melancarkan serangan ke kota Tegal, kemudian menguasai stasiun kereta api dan asrama-asrama Angkatan Laut Republik. Rasa balas dendamnya itu ditunjukkan dengan memperlakukan istri Bupati Tegal diarak dengan menggunakan karung goni dan memperlakukan jelek terhadap aparat penting pada waktu penguasaan Jepang.
Pemberontakan ini memiliki slogan dan karakter yang sama dengan Darul Islam di Jawa Barat. Dengan berbagai upaya untuk mencegah meluasnya gerakan ini, pemerintah Republik membenahi Keresidenan dan resimen-resimen menjadi divisi-divisi, serta pejabat-pejabatnya untuk mengadakan pemulihan keamanan. Setelah daerah dapat dikuasai kembali pada bulan Desember 1949 dengan menangkap beberapa pimpinan dan Kutil sendiri dijatuhi hukuman mati pada 1951.[19]








BAB III
KESIMPULAN
1.      Abad ke-9 H / 14 M, sekitar tahun 1524-1546 penduduk pribumi memeluk Islam secara massal.Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab.

2.      Perkembangan islam dipulau Jawa tidak lain berawal dari sebuah kerajaan di daerah Demak ini atau disebut Kerajaan Demak. Secara geografis, kerajaan Demak terletak di daerah Demak, didaerah Jawa Tengah. Oleh masyarakat sekitar, Demak juga dikenal dengan sebutan Bintoro atau Glagah wangi. Kerajaan Demak merupakan “bawahan” dari kerjaan Majapahit. Jika dibandingkan dengan umur, kerajaan Demak jauh lebih muda dari kerajaan Majapahit. Masa kejayaan Demak terjadi pada masa Raden Patah. Dimana pada masa kepemimpinannya, kerajaan Demak berkembang dengan cepat karena pengaruh dari Wali Songo. Kerajaan Demak kembali mencapai masa kejayaannya pada masa kepemimpinan Pangeran Trenggono.

3.      Kelemahan kesultanan Demak ialah sengketa antara keturunan Raden Patah (Jin Bun). Sultan Demak Al-Fatah alias Jin Bun kurang pandai menarik simpati orang-orang pedalaman, bekas rakyat Majapahit.

4.      Kudus merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang bersejarah. Bagi penduduk Kudus sifat animisme dan dinamisme ini tampaknya tidak berubah, malah bertambah dengan timbulnya suatu akulturasi (kultur baru dari beberapa kultur). Dan disini kebudayaan pra Islam cukup berpengaruh terhadap seni bangunan atau arsitektur Islam. Hal inni juga tidak menghalangi perkembangan agama Islam di Kudus.

5.        Tokoh-tokoh yang berperan dalam penyebaran agama Islam
·         Sunan Kudus
·         Sunan Muria

6.      Kehidupan Islam di Jawa Tengah
Dalam perkembangan para wali ada dua aliran
§  Kelompok abangan : dalam kelompok ini tidak begitu keras dalam menerapkan peribadatan.
§  Kelompok mutihan   : kelompok yang keras dalam penerapan peribadatan.











DAFTAR PUSTAKA

            Khalil, Ahmad.2008. Islam Jawa. Malang : UIN Malang Press
Muljana, Slamet.2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam Nusantara.PT.LKIS Printing Cemerlang
Supriyadi, Dedi. 2008.  Sejarah Peradaban Islam.Bandung: Pustaka Setia
Syafwandi.1985. Menara Mesjid Kudus. Jakarta : PT. Bulan Bintang
Syukur, Fatah. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT. Pustaka Rizki Putra
Thahir, Ajid.2009. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam.Jakarta : Rajawali Pers






[1] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam ( Bandung, Pustaka setia,2008), hlm. 196.
[2] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam  ( Yogyakarta, LESFI, 2008 ),hlm. 328.
[4] http://www.ummah.net/islam/nusantara/sejarah.html, pada tanggal 19 maret 2012 pukul 14.25
[5] http://www.scribd.com/doc/16670102/walisongo, pada tanggal 18 maret 2012 pukul 14.00
[6] Anne Ahira, diakses dari  file:///C:/Users/Win7/Downloads/kerajaan-demak.htm, pada tanggal 18 Maret 2012 pukul 13.30
[7] Ahmad Kholil, op.cit. hlm.61
[8] Anne Ahira, op.cit.
[9] Slamet Muljana,Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara,(Jakarta,LKIS Printing Cemerlang),2005.hlm.239-242
[10] Sufwandi.Menara Mesjid Kudus(Jakarta,PT. bulan bintang),1985.hlm.30-32
[11] Sufwandi,op.cit.hlm. 33
[12] Raden fatah. Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta, PT. Pustaka Rizki Putra),2009.hlm.198-199
[13] Ibid

[14] Raden fatah,op.cit.hlm. 193-194
[15] Dedi Supriyadi. Op.cit. hlm.196.
[16]Ahmad Kholil. Islam Jawa.(Malang,UIN Malang Press),2008. Hlm.61-62
[17] Siti Maryam, op.cit. hlm.329.
[19] Ajid thahir,Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam,(Jakarta,Rajawali Pers),2009.hlm.308-309

Tidak ada komentar:

Posting Komentar